Kami selalu membangun dan berkemahuan
Kami pasti akan mati tapi kami pantang hina
Kami punya tangan dan mahu bekerja
Kami punya hari esok dan harapan
Dan Kami selamanya orang merdeka dan pantang menyerah
Thabat bermakna teguh pendirian dan tetap dalam menghadapi ujian serta cubaan di jalan kebenaran. Dan thabat bagai benteng bagi seorang da'i. Ia sebagai daya tahan dan pantang menyerah. Ketahanan diri di atas berbagai hal yang merintanginya. Hingga ia mendapatkan cita-citanya atau mati dalam keadaan mulia kerana tetap istiqamah di jalan-Nya.
Dalam Majmu’atur Rasail, Imam Hasan Al Banna menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan thabat adalah orang yang sentiasa bekerja dan berjuang di jalan dakwah yang amat panjang sampai ia kembali kepada Allah SWT. dengan kemenangan, baik kemenangan di dunia ataupun mati syahid.
“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah SWT. maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada pula yang menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak merubah janjinya”.
(Al- Ahzab: 23).
Sesungguhnya jalan hidup yang kita lalui ini adalah jalan yang tidak sederhana. Jauh, panjang dan penuh liku, lebih-lebih jalan dakwah yang kita tempuh saat ini. Ia jalan yang panjang dan ditaburi dengan halangan dan rintangan, rayuan dan godaan. Kerana itu dakwah ini sangat memerlukan orang-orang yang memiliki muwashafat ‘aliyah, yakni orang-orang yang berjiwa ikhlas, itqan (profesional) dalam bekerja, berjuang dan beramal serta orang-orang yang tahan menghadapi berbagai tekanan. Dengan modal itu mereka sampai pada harapan dan cita-citanya.
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan. Akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir yang memerlukan pertolongan dan orang-orang yang meminta-minta dan memerdekakan hamba sahaya, mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji dan orang-orang yang bersabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar imannya dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa”.
(Al Baqarah: 177).
Disamping itu, dakwah ini juga sentiasa menghadapi musuh-musuhnya di setiap masa dan zaman sesuai dengan kedudukan masing-masing. Tentu mereka sangat tidak menginginkan dakwah ini tumbuh dan berkembang. Sehingga mereka berusaha menggagalkan pertumbuhan dakwah atau mematikannya. Sebab dengan tumbuhnya dakwah akan bertaburan dan musnahlah kepentingan hidup mereka. Oleh karena itu dakwah ini memerlukan para du'at yang berjiwa teguh menghadapi perjalanan yang panjang dan penuh liku serta musuh-musuhnya yang pelbagai. Merekalah orang-orang yang mempunyai ketahanan daya juang yang kukuh.
Kita dapat melihat kethabatan Rasulullah SAW. Ketika beliau mendapatkan tawaran menggiurkan untuk meninggalkan dakwah Islam tentunya dengan imbuhan. Ganjaran kekuasaan, kekayaan atau wanita. Tetapi dengan tegas beliau menjawab dan berkata dengan ungkapan penuh keyakinannya kepada Allah SWT.
‘Demi Allah, wahai bapa saudaraku seandainya mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan dakwah ini. Nescaya tidak akan aku tinggalkan urusan ini sampai Allah SWT. memenangkan dakwah ini atau semuanya akan binasa’.
Demikian pula para sahabatnya ketika menempuh ujian dan cubaan dakwah, mereka tidak pernah undur kebelakang sedikitpun langkah dan jiwanya. Malah semakin mantap komitmen mereka pada jalan Islam ini. Ka’ab bin Malik pernah ditawari Raja Ghassan untuk menetap di wilayahnya dan mendapatkan kedudukan yang menggiurkan. Tapi semua itu ditolaknya sebab tawaran itu akan menimbulkan mudharat yang jauh lebih besar lagi.
Kita dapat juga saksikan peristiwa yang menimpa umat Islam pada masa Khalifah Al Mu’tsahim Billah tentang fitnah dan ujian ‘khalqul Qur’an’. Imam Ahmad bin Hambal sangat thabat menghadapi ujian tersebut dengan tegas ia menyatakan bahwa Al Qur’an adalah kalamullah, bukan makhluk sebagaimana yang didoktrin oleh Khalifah. Dengan tuduhan sesat dan menyesatkan kaum muslimin, Imam Ahmad bin Hambal menerima penjara dan hukuman dipukul tanpa belas kasihan. Dengan kethabatan beliau kaum muslimin terselamatkan aqidah mereka dari kesesatan.
Demikian pula kita merasakan ketegasan Imam Hasan Al Banna dalam menghadapi tribulasi dakwahnya. Ia terus bersabar dan bertahan. Meskipun akhirnya, dia pun menemui Rabbnya pada muncung senjata api. Dan Syed Qutb yang menerima hukuman mati dengan jiwa yang lapang lantaran aqidah dan menguatkan semangatnya berhadapan dengan tiang gantung. Beliau dengan yakin menyatakan kepada saudara perempuannya, ‘Ya ukhtil karimah insya Allah naltaqi amama babil jannah. (Wahai saudaraku semoga kita dapat berjumpa di depan pintu syurga kelak’).
Namun memang tidak sedikit pendakwah yang kendur daya tahannya. Ada yang berguguran kerana tekanan kebendaan. Tergoda oleh rayuan harta benda. Setelah mendapatkan kereta mewah, rumah mewah dan sejumlah wang yang dimasukkan ke dalam akaunnya. Membuat semangat dakwahnya luntur. Bahkan ia akhirnya sangat haus dan rakus pada harta benda duniawi yang fana itu. Dan ia jadikan harta benda itu sebagai tuhannya. Ada pula yang tumpul daya juangnya kerana tekanan keluarga. Keluarganya menghendaki sikap hidup yang berbeza dengan nilai dakwah. Keluarganya ingin mencontohi kebanyakan keluarga yang terdapat dalam masyarakat sekular. Dengan gaya dan stailnya, sikap dan perilakunya sehingga ia pun mengikuti selera keluarganya. Ada juga yang tidak tahan kerana tekanan politik yang sangat keras dan mencengkam jiwanya dan keluarga. Tuduhan pelampau, ancaman, kekerasan, hukuman dan penjara selalu menghantui dirinya sehingga dia tidak tahan kemudian meninggalkan jalan dakwah ini dan hidup seperti manusia biasa seolah-olah tiada pernah mengenali dan berada di atas jalan dakwah. Inilah matlamat yang dikehendaki oleh syaitan dan golongan sekular.
Oleh karena itu sikap thabat mesti berlandaskan istiqamah pada petunjuk Allah SWT. (Al Istiqamah alal Huda). Berpegang teguh pada ketaqwaan dan kebenaran hakiki, tidak mudah termakan oleh bisikan nafsu rendah dirinya sekalipun. Sehingga diri kukuh untuk memegang janji dan komitmen pada nilai-nilai kesucian dan kemurniaan Islam, dakwah dan janji ALlah. Dia tidak memiliki keinginan sedikit dan sekelip mata pun untuk menyimpang lalu mengikuti kecenderungan hina dan tipu muslihat syaitan durjana. Dan sikap ini harus terus di ri’ayah dengan taujihat dan tarbawiyah sehingga tetap bertakhta dalam sanubari yang paling dalam. Dengan bekalan itu seorang da'i dapat bertahan berada di jalan dakwah ini.
Melalui sikap teguh ini perjalanan panjang menjadi pendek. Perjalanan yang penuh onak dan duri tidak menjadi hambatan untuk meneruskan langkah-langkah panjangnya. Bahkan dia dapat melihat kepentingan daripada sikap thabat dalam dakwah. Adapun kepentingan tsabat dalam mengembangkan amanah dakwah ini diantaranya:
1. Dalalah salamatil Manhaj
(Bukti jalan hidup yang benar)
Jalan hidup ini berbagai ragam dan rencam. Ada jalan yang baik ada pula yang buruk, ada yang menyenangkan ada pula yang menyusahkan. Dan sikap thabat menjadi bukti siapa yang benar jalan hidupnya. Mereka berani menghadapi jalan hidup bagaimanapun selama jalan itu boleh membawanya kepada kemuliaan meskipun terpaksa merasa kepahitan atau kesusahan.
Sikap thabat ini melahirkan keberanian menghadapi realiti hidup. Ia tidak putus asa dengan beragamnya persoalan di atas jalan itu. Malah ia mampu mengendalikan permasalahan dengan baik berdasarkan iman, ilmu dan pengalaman. Amatlah benar perintah Allah SWT. pada orang beriman tatkala menghadapi musuh agar mempunyai jiwa yang tegas dan konsisten pada keyakinannya.
“Hai orang-orang yang beriman apabila kamu menghadapi satu pasukan maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah nama Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung”.
(Al-Anfal: 45).
Dengan demikian mereka yang thabat dalam jalan dakwah ini menjadi pilihan hidupnya, lantaran dia tahu dan berani menerima kenyataan yang memang harus dia alami.
Pujangga termasyhur, Al Buhturi dalam bait syairnya ia mengungkapkan bahawa jiwa yang berani hidup dengan menghadapi risiko apapun dan tetap tegas berdiri di atas perjuangannya adalah ‘nafsun tudhi’u wa himmatun tatawaqqadu, (jiwa yang menerangi dan cita-cita yang menyala-nyala’). Sebab jiwa yang semacam itu menjadi bukti bahwa dia benar dalam mengharungi bahtera hidupnya.
2. Mir’atus Syakhshiyatil Mar’i
(Cermin keperibadian seseorang)
Sikap thabat membuat pemilik hati itu menjadi tenang. Dan ketenangan hati menimbulkan kepercayaan. Kepercayaan menjadi modal utama dalam berinteraksi dengan manusia dan mad'unya. Kerana itu sikap thabat menjadi cermin keperibadian seorang muslim. Dan cermin itu berada pada bagaimana sikap dan jiwa seorang mukmin dalam menjalani arah hidupnya, juga bagaimana ia menyelesaikan masalah-masalahnya.
Semua orang sangat memerlukan cermin untuk memperbaiki dirinya. Dari cermin kita dapat mengarahkan sikap salah kepada sikap yang benar. Dan cermin amat membantu untuk memudahkan kita menemui kelemahan diri sehingga dengan cepat mudah diperbaikinya. Amatlah beruntung bagi diri kita masih banyak orang yang menjual cermin. Agar kita semakin mudah mencermin diri. Kerananya, Rasulullah SAW. meletakkan peranan seorang mukmin bagi cermin bagi mukmin lainnya.
Dan sikap thabat adalah cermin bagi setiap mukmin. Kerana thabat dapat menjadi mesin untuk menggerakkan jiwa-jiwa yang rapuh. Ia dapat mengukuhkannya. Tidak sedikit orang yang jiwa mati hidup kembali lantaran mendapatkan tenaga dari kethabatan seseorang. Ia bagai inspirasi yang mengalirkan udara segar terhadap jiwa yang lemah menghadapi segala kepahitan. Seorang ulama mengingatkan kita, ‘berapa banyak orang yang jiwa mati menjadi hidup dan jiwa yang hidup menjadi layu kerana daya tahan yang dimiliki seseorang’. Dan disitulah fungsi dan peranan thabat.
3. Dharibatut Thariq ilal Majdi war Rif’ah
(Keupayaan untuk menuju kesuksesan dan kejayaan)
Setiap kesuksesan dan kejayaan memerlukan sikap thabat. Istiqamah dalam mengharungi aneka ragam bentuk kehidupan. Tentu tidak akan ada kesuksesan dan kejayaan secara percuma dan mudah. Ia hanya akan dapat dicapai manakala kita memiliki pra syaratnya. Yakni sikap tetap istiqamah menjalani hidup ini, tanpa lemah dan berlengah-lengah. Seorang murabbi mengingatkan mutarabbinya dengan mengatakan, ‘Peliharalah keteguhan hatimu, kerana ia bentengmu yang sesungguhnya. Barang siapa yang memperkukuhkan bentengnya nescaya ia tidak akan goyah oleh badai sekencang manapun. Dan ini menjadi kamu menjadi aman’.
Begitulah banyaknya nasihat ulama kita yang mengingatkan agar kita berupaya secara maksimumnya mengukuhkan kekuatan hati dan keteguhan jiwa agar mendapatkan cita-cita kita.
Juga terhadap jalan dakwah. Kegemilangan jalan suci ini hanya dapat diraih dari sikap istiqamah dan istimrar terhadap prinsip dakwah ini. Yang tidak mudah berguguran kerana tarikan-tarikan kepentingan yang mengarah pada kecenderungan duniawiyah. Tanpa sikap thabat, para du'at di jalan dakwah ini akan terseret pada lingkungan kehancuran dan kerugian dunia dan akhirat.
“Dan sesungguhnya mereka hampir memalingkan kamu dari apa yang telah Kami wahyukan kepadamu agar kamu membuat yang lain secara bohong terhadap Kami. Dan kalau sudah begitu tentulah mereka mengambil kamu jadi sahabat yang setia. Dan kalau Kami tidak memperkuat hatimu nescaya kamu hampir-hampir condong sedikit kepada mereka. Kalau terjadi demikian benar-benarlah Kami akan rasakan kepadamu siksaan berlipat ganda di dunia ini dan begitu pula siksaan berlipat pula sesudah mati dan kamu tidak akan mendapat seorang penolongpun terhadap Kami”.
(Al-Isra’: 73 – 75).
Sikap ini menjadi daya tahan terhadap sebarang halangan dan dari sanalah ia mencapai kejayaannya. Sebagaimana yang diingatkan Rasulullah SAW. pada Khabab bin Al ‘Art agar tetap bersabar dan berjiwa tegas menghadapi ujian dakwah ini bukan dengan sikap yang tergesa-gesa. Apalagi dengan sikap yang menginginkan jalan dakwah ini tanpa hambatan dan halangan.
4. Thariqun litahqiqil Ahdaf
(Jalan untuk mencapai sasaran)
Untuk mencapai sasaran hidup yang dikehendaki tidak ada jalan lain kecuali dengan bermodal thabat. Teguh meniti jalan yang sedang dilaluinya. Meski perlahan-lahan, ibarat kata peribahasa kita " sehari selembar benang, lama-lama menjadi kain". Tidak tertarik untuk zig-zag sedikit pun atau sesekali. Melainkan mereka lakukan terus-menerus meniti jalannya dengan sikap tetap istiqamah. Bahkan dalam cerita masyarakat kita ada kisah kura-kura dapat mengalahkan kancil mencapai suatu tempat. Kura-kura meskipun berjalan perlahan-lahan namun akhirnya menyampaikannya dirinya pada tempat yang dituju.
Imam ‘Athaillah As Sakandary menasihatkan muridnya untuk selalu tekun sesuatu amalan, lebih-lebih lagi dakwah agar meraih natijahnya dan tidak cepat penat atau putus asa untuk mendapatkan hasilnya. ‘Barang siapa yang menggali telaga lalu berpindah pada tempat yang lain untuk menggali lagi dan seterusnya berpindah lagi maka selamanya ia tidak akan menemukan air dari lubang yang dia gali. Tapi bila kamu telah menggali lu,bang galilah terus hingga kamu dapatkan air darinya meski amat melelahkan’ (Kitab Tajul ‘Arus). Kerananya ketekunan dan keletihan menjadi pemangkin untuk mencapai cita-cita dan harapan yang dikehendakinya. Kedua-dua perkara ini merupakan hasil daripada sikap thabat seseorang.
Thabat meliputi beberapa aspek iaitu:
1. Tsabat Ala dinillah (teguh terhadap agama Allah SWT).
Keteguhan pada masalah ini dengan tidak menanggalkan agama ini dari dirinya walaupun kematian menjadi ancamannya. Sebagaimana wasiat yang selalu dikumandangkan oleh Khatib Jum’at agar sentiasa menjaga keimanan dan ketaqwaan sehingga mati dalam keadaan muslim. Ini pula yang menjadi wasiat para Nabi kepada keturunannya.
“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya. Demikian pula Ya’kub. ‘Hai anak-anakku, sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu. Maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam”.
(Al-Baqarah: 132).
Wasiat ini untuk menjadi amaran pada kaum muslimin agar tetap memelihara imannya. Jangan mudah tergiur oleh kesenangan dunia lalu mengganti keyakinannya dengan yang lain. Menjual agamanya dengan harga yang murah semurah coklat dan mee. Atau menukar prinsip hidupnya dengan kemolekan tubuh wanita. Atau ia mahu mengganti aqidahnya dengan kemudahan mendapat kerja dan menjaga kariernya. Na’udzu billahi min dzalik.
2. Tsabat Alal Iltizam bidinillah (Tetap komitmen pada ajaran Allah SWT)
Tetap di atas iltizam dengan Islam, baik dalam ketaatan mahupun saat harus menerima kenyataan hidup. Ia tidak mengeluh atas apa yang menimpa dirinya. Ia teguh menghadapinya. Semangat istiqamahnya tidak pernah pudar oleh kenyataan pahit yang dirasakannya. Keluhan dan penyesalan bukanlah penyelesaiannya. Malah menambah beban hidup. Oleh kerana itu keteguhan dan kesabaran menjadi modal untuk menyingkapi seluruh permasalahannya. Rasulullah SAW. bersabda: ‘As Shabir fihim ala dinihi kal qabidh alal jumari’.
Mereka yang menjaga komitmennya pada ajaran Allah sentiasa memandang bahwa apa saja yang diberikan-Nya adalah sesuatu yang baik bagi dirinya. Persepsi ini tidak akan menjadikannya goyah menghadapi pengalaman pahit segetir manapun. Bahkan, ianya mungkin merubahnya menjadi kenangan manis yang diabadikan dalam kumpulan album kehidupannya. Sebab segala pengalaman pahit bila mampu diatasi dengan sikap teguh maka ia menjadi bahan nostalgia yang amat mahal dan tidak ditemui dalam mana-mana naskhah buku.
3. Tsabat Ala Mabda’ id Da’wah (Teguh pada prinsip dakwah )
Teguh pada prinsip dakwah kadangkala menjadi halangan dalam tugas dakwah yang agung ini. Mengutamakan dakwah atas aktiviti-aktviti lainnya sehingga dapat memberikan sumbangannya di jalan ini. Tanpa kenal lelah dan henti. Ia selalu berada disaf hadapan dalam membela dan menggerakkan dakwah. Walaupun kadangkala dia terpaksa menerima penderitaan dan keperitan kerana sikapnya itu. Ketenangan dan kegusaran hatinya selalu dikaitkan dengan nasib dakwah dan bukan dirinya. Ia tidak akan merasa nyaman, aman dan selesa bila dakwah dalam ancaman. Kerana itu dia berusaha untuk berdisiplin pada prinsip dakwah ini. Menyeleweng dari prinsip ini mengakibatkan kegagalan dan kelumpuhan bagi dakwah dan masa depan umat.
Perhatikanlah peristiwa Uhud, Bir Ma’unah dan lainnya. Peristiwa yang amat memilukan dalam sejarah dakwah tersebut diantaranya disebabkan oleh hilangnya disiplin du'at kepada prinsip dakwah dan kealpaan memahami halangan dakwah.
Izzatu Junudid Da’wah (harga diri seorang kader dakwah)
Di saat ini kita memasuki era di mana tentangan dan peluang sama-sama terbuka. Mendapat kemusnahan lantaran tidak tahan menghadapi tentangan atau dia berjaya kerana mampu membuka pintu peluang seluas-luasnya. Kerana itu kita dituntut untuk bersikap thabat dalam apa jua keadaan atau situasi. Senang mahupun susah, sempit ataupun lapang. Tidak pernah tergoda oleh bisikan-bisikan kemewahan dan kegemerlapan lalu tertarik padanya dan menyeleweng dari jalan dakwah.
Thabat tidak mengenal waktu dan tempat, dimana pun dan bila masapun. Kita tetap menggalas misi dan visi dakwah kita yang suci ini. Untuk menyelamatkan umat manusia dari kehinaan dan kemudharatan. Dengan jiwa thabat ini duat bersama kafilah dakwah memiliki harga diri di mata Allah SWT. mahupun di mata musuh-musuhnya. Melalui sikap ini para du'at lebih istimewa dari pada kebanyakan orang. Dan ia menjadi contoh yang tak ternilai harganya.
Imam Hasan Al Banna menegaskan, ‘janganlah kamu merasa kecil diri, lalu kamu samakan dirimu dengan orang lain. Atau kamu tempohi dakwah ini jalan yang bukan jalan kaum mukminin. Atau kamu bandingkan dakwahmu yang cahayanya diambil dari cahaya Allah dan manhajnya diserap dari sunnah Rasul-Nya dengan dakwah-dakwah lainnya yang terbentuk oleh berbagai kepentingan lalu musnah dan terungkai begitu saja dengan berlalunya waktu dan terjadinya berbagai peristiwa. Kuncinya adalah Thabat dalam jalan dakwah ini’. Kalau begitu bagaimana bangunan thabat yang kita miliki?.
Oleh itu wahai da'i iallah, jadikanlah doa ini sebagai wirid anda :
“Wahai pemilik hati, wahai pembolak balik jiwa, teguhkanlah hati dan jiwa kami untuk sentiasa berpegang teguh pada agamaMu dan ketaatan di jalanMu”.
Wallahu ‘alam bishshawwab.
Rujukan: Edit secara beretika daripada website Ikhwan Muslimin (edisi Indonesia)