BEBERAPA NOTA PERSIAPAN SEBAGAI AHLI GERAKAN


Allah berfirman di dalam Al Quran, yang maksudnya:

Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan). ( Surah Al – Anfal : 60 )

Di antara persiapan yang perlu dimiliki oleh setiap ahli yang telah mewakafkan dan telah meletakkan intima' nya kepada Gerakan Islam ialah :-


1. KEFAHAMAN

Said Hawa pernah berkata di dalam bukunya Al – Islam :
Maksudnya : “ Kefahaman itu adalah permulaan untuk semua perintah dan larangan”

Imam Al – Syahid Hassan Al – Banna berkata : “Perkara yang saya maksudkan dengan faham ialah saudara meyakini bahawa fikrah kita adalah Islam yang tulin”. Faham juga merupakan rukun baiah yang pertama.

Memahami dengan mendalam matlamat perjuangan organisasi,dasar – dasarnya, memahami liku – liku perjuangan, uslub atau pendekatan yang telah ditentukan serta mengenali kawan dan lawan.



2. KETAKWAAN

Kalimah ‘Taqwa’ asal maknanya adalah mengambil tindakan penjagaan dan memelihara dari sesuatu yang mengganggu dan memudaratkan.

Menurut Syara’, ‘Taqwa’ bererti : “Menjaga dan memelihara diri dari siksa dan murka Allah Ta’ala dengan jalan melaksanakan perintah-perintahNya, taat kepadaNya dan menjauhi larangan-laranganNya serta menjauhi perbuatan maksiat."

Rasulullah s.a.w. pernah menjelaskan hakikat taqwa dengan sabda baginda :

“Mentaati Allah dan tidak mengingkari perintahNya, sentiasa mengingati Allah dan tidak melupainya, bersyukur kepadaNya dan tidak mengkufuri nikmatNya”. ( Riwayat Imam Bukhari dari Abdullah bin Abbas )

Saidina Umar r.a. pernah bertanya kepada seorang sahabat yang lain bernama Ubai bin Ka'ab r.a. makna taqwa. Lalu Ubai bertanya kepada Umar : “Adakah engkau pernah melalui satu jalan yang berduri ? Jawab Umar: “Ya”. Tanya Ubai lagi: “Apakah yang kamu lakukan untuk melalui jalan tersebut?”. Jawab Umar : “Aku melangkah dengan waspada dan berhati-hati”. Balas Ubai : “Itulah yang dikatakan taqwa”


Martabat Taqwa

Menurut Al-‘Allamah Mustafa al-Khairi al-Manshuri, taqwa ini mempunyai tiga martabat;

Martabat pertama : Membebaskan diri dari kekufuran .

Inilah yang diisyaratkan oleh Allah dengan “Kalimat at-Taqwa” dalam firmanNya :

“…lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mu'min dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat taqwa …”. ( Surah Al-Fath . Ayat : 26 )

Maksud kalimah at-Taqwa dalam ayat di atas ialah kalimah : “لا إله إلا الله محمد رسول الله” atau dua kalimah syahadah. Kalimah ini merupakan kalimah iman yang menjadi asas atau punca kepada taqwa.

Martabat kedua : menjauhkan diri dari segala perkara yang membawa kepada dosa.

Martabat ketiga : Membersihkan batin (hati) dari segala yang menyibukkan atau melalaikan diri dari Allah

Martabat yang ketiga inilah yang dimaksudkan oleh firman Allah;

“ Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati melainkan kamu menyerah diri ( kepada Allah swt ).” ( Surah Ali Imran. Ayat : 102

Sifat ini perlu dihayati oleh semua ahli jamaah kerana anggota jamaah adalah “penterjemah amaliyyah” kepada dasar yang diperjuangkan


3. KEPATUHAN ( KETAATAN )

Imam Bukhari meriwayatkan daripada Saidina Umar Al – Kattab :
Maksudnya : Tidak ada Islam melainkan dengan jamaah dan tidak sempurna jamaah tanpa pimpinan dan tidak ada ertinya kepimpinan tanpa ketaatan”

Ketaatan kepada kepimpinan, kepatuhan kepada arahan organisasi adalah satu daripada kunci kejayaan amal jamaa’i.

Ahli gerakan mestilah bersedia ditarbiyah sehingga menjadi “jundi” yang ikhlas dalam perjuangan.


Petanda Ikhlas seorang pejuang


1. Niat yang jelas
2. Bekerja dan bertugas walau tanpa jawatan
3. Bersedia menerima dan memberi nasihat atau teguran
4. Tidak bermain dengan alasan
5. Bersedia menerima arahan
6. Prihatin terhadap organisasi
7. Menjaga rahsia organisasi


4. DISIPLIN ( INDHIBAT )

Kehampiran seseorang individu dalam melaksanakan gerak kerja yang dituntut daripadanya sekadar termampu secara tepat, dengan syarat pelaksanaan kerja itu berlaku di dalam waktu yang ditetapkan dan kerja tersebut merupakan sebahagian daripada pelaksanaan menyeluruh kepada sesuatu kerja.

Walaupun sesuatu organisasi itu memiliki banyak unsur kebaikan, tetapi ia akan menemui kegagalan jika tiada disiplin dan kerjasama dikalangan ahlinya.


5. UKHUWAH

Ukhuwah Islamiyyah ialah persaudaraan atau kasih sayang yang bermatlamatkan mardhatillah.

Merupakan kurniaan dan pemberian daripada Allah yang dilontarkan –Nya kedalam hati – hati hambanya yang ikhlas dan suci.

“ Dan Dialah yang menyatukan di antara hati mereka ( yang beriman itu ). Kalaulah engkau belanjakan segala ( harta benda ) yang ada dibumi, nescaya engkau tidak dapat juga menyatupadukan di antara hati mereka. Sesungguhnya Ia maha kuasa lagi Maha bijaksana”
( Surah al – Anfal : 63 )

Rukun Baiah yang ke – 9

Serendah – rendah ukhuwah ialah berlapang dada dan setinggi – tinggi ukhuwah adalah ithar


Syarat – Syarat Ukhuwah

1. Dibina berdasarkan keikhlasan kepada Allah
2. Disertai dengan keimanan dan ketakwaan kepada Allah
3. Melazimi diri dengan manhaj Islam
4. Mempraktikkan nasihat menasihati
5. Melaksanakan konsep tolong menolong samada susah ataupun senang.


RUJUKAN
1. Hj. Yahya Othman. ( 2006 ). AMAL JAMA’I (Pengertian dan Tuntutannya ).Shah Alam. Dewan Pustaka Fajar.
2. Muhammad Abdullah Al –Khatib. ( 2001 ). Penjelasan di sekitar Risalah Ta’alim. Shah Alam. Dewan Pustaka Fajar.
3. Hj. Nasruddin Hj. Hassan at – Tantawi. ( 2001 ). Pra Syarat kemenangan Kita. Pahang Darul Makmur. Usrah As – Syabab.
4. Dr. ‘Adil Syuwaikh. Indhibat ( Disiplin )

Arkanul Bai’ah Dalam Bingkai Jihad Siyasi (Rukun Al-Fahmu, Al-Ukhuwah dan At-Tsiqah)

gambar-ikhwan1


Definisi Arkanul Bai’ah

Di awal Sekali Imam Syahid Hasan Al Banna mengungkapkan dengan perkataan berikut ini :

“Rukun Bai’at Kita ada sepuluh, maka jagalah!”

Dari kalimat pembuka diatas kita dapat melihat bahwa Arkanul Bai’ah terdiri kata-kata arkan, Bai’at dan infazhuha.

Kata Arkan adalah kata jamak dari rukn, yang berarti pilar utama atau salah satu pilar yang menjadi fondasi bangunan sesuatu, atau pilar yang apabila ditinggalkan maka batal suatu pekerjaan dan tidak memiliki kekuatan lagi. Atau pilar yang terkuat. Atau masalah yang besar. Atau sesuatu yang mempunyai kekuatan, baik berupa raja, tentara dan lainnya, atau berupa kedudukan dan kemampuan pertahanan[1].

Sementara itu kata bai’at berarti perjanjian untuk mencurahkan ketaatan dengan harga yang setimpal. Pada asalnya, kata bai’at bermakna mencurahkan ketaatan kepada penguasa dalam melakukan perintahnya.

Seseorang yang melakukan bai’at berarti dia telah berjanji untuk mencurahkan ketaatannya, sekalipun ketaatan tersebut menuntut harta atau kepayahan atau jiwa selama hal itu dalam mencari keridhaan Allah swt.[2]

Dalam Al-Qur’an banyak kita temukan kata bai’at; baik yang disebutkan dalam bentuk kata kerja mudhari, seperti firman Allah dalam surat al-fath:

إِنَّ الَّذِينَ يُبَايِعُونَكَ إِنَّمَا يُبَايِعُونَ اللَّهَ يَدُ اللَّهِ فَوْقَ أَيْدِيهِمْ فَمَنْ نَكَثَ فَإِنَّمَا يَنْكُثُ عَلَى نَفْسِهِ وَمَنْ أَوْفَى بِمَا عَاهَدَ عَلَيْهُ اللَّهَ فَسَيُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا

“Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu Sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. tangan Allah di atas tangan mereka, Maka Barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan Barangsiapa menepati janjinya kepada Allah Maka Allah akan memberinya pahala yang besar”. (Al-Fath:10)

atau dalam bentuk masdar (kata jadian), dan ada juga kita temukan kata bai’at disamakan dengan isytara (membeli) yang berarti bahwa bai’at pada hakikatnya merupakan transaksi jual-beli antara seorang hamba dengan Allah SWT dihadapan seorang pemimpin. sebagaimana firman:

إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ وَالْقُرْآَنِ وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللَّهِ فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُمْ بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan Itulah kemenangan yang besar”. (AT-Taubah:111)

Adapun kata Infazhuha berasal dari kata fazhahuha (jagalah dia/hafalkanlah dia) memiliki dua makna yaitu :

1. Sadar dan paham setelah mencermati, dalam arti merasa mantap pada hasil pemahaman

2. Melaksanakan konsekuensi Bai’at, yakni memelihara, menjaga dan melaksanakan. [3]


Risalah Arkanul Bai’ah Bagian dari Risalatut Ta’alim Wal Usar

Arkanul Bai’ah merupakan bagian dari risalah Imam Syahid Hasan Al Banna yang bertajuk Risalah Ta’alim Wal Usar. Sehingga akan kurang sempurna kalau kita melihat semua isi risalah untuk mendapatkan hikmah yang lengkap di dalamnya. Risalah ini dimunculkan oleh Imam Hasan Al Banna ditengah-tengah perpecahan yang terjadi dalam gerakan-gerakan Ishlah (reformasi) kembali untuk menyatukan semua kaum Muslimin. Setelah Kekhalifahan Turki Ustmani Runtuh pada tahun 1924 M muncullah banyak gerakan penyadaran untuk kembali memperbaiki keadaan Umat Islam.

Gerakan-gerakan ini mempunyai beberapa ciri :

1. Cendrung mengambil gerakan yang parsial, yaitu terlalu memprioritaskan pada satu aspek perbaikan saja. Ada yang hanya mementingkan aspek aqidah saja, ada yang hanya memfokuskan pada aspek ekonomi dan sosial saja, ada yang memfokuskan pada pembentukan tokoh saja karena mereka menganggap umat saat sekarang ini kehilangan tokoh. Bahkan ada yang hanya memfokuskan pada aspek politik saja.

2. Antara berbagai kelompok ini sering tidak akur dan saling menjatuhkan antara satu dengan lainnya. Sehingga perubahan itu tidak kunjung menemukan titik temu yang satu dan banyak yang tambal sulam.

Didasari oleh realitas inilah maka Imam Syahid Hasan Al-Banna memformulasikan kerangka berpikir untuk menyatukan semua gerakan penyadaran umat ini untuk kerja bahu-membahu.

Risalah ini ditulis Imam Syahid pada tahun 1943 M. risalah ini termasuk risalah yang terpenting yang ditulis oleh beliau. Bahkan Ustadz Abdul Halim Mahmud menganggapnya sebagai puncak dan intisari dari semua risalah yang beliau tulis.

Risalah ini berisi strategi jamaah Ikhwan dalam tarbiyah dan pembentukan kader. Juga berisi tentang tujuan-tujuan dakwah dan perangkat untuk mencapai tujuan tersebut. Imam Syahid menulis risalah ini untuk para ikhwan yang tulus, para mujahdi atau yang disebut dengan kader inti Ikhwan. Dimana gaya bahasa yang dipakai adalah gaya bahasa Instruksi untuk beramal, bukan sekadar pembicaraan.[4]

Teori reformasi yang diusulkan Imam Syahid Hasan Al Banna adalah teori yang jelas dan komprehensif.

“Sesungguhnya terapi bagi keterpurukan, perpecahan kata, kehancuran dan kemunduran peradaban umat Islam tidak bisa dilakukan dengan terapi tunggal, ia harus dengan terapi komprehensif. Begitu juga manhaj reformasi untuk membebaskan umat Islam dari keterpurukannya haruslah komprehensif tanpa memprioritaskan manhaj salah satu reformis, tetapi harus mencakup seluruh unsur reformasi. Dengan itulah semua kondisi umat Islam akan membaik,” begitulah yang ditulis Imam Syahid Hasan Al Banna menjelaskan gagasan Reformasinya. [5]

Unsur-unsur reformasi yang ini adalah :

1. Al Fahm: memahami agama Islam dengan benar dan komprehensif.

2. Al Ikhlas: Ikhlas karena Allah dalam beramal untuk Agama

3. Al ‘Amal: beramal demi agama ini dengan memperbaiki diri sendiri, rumah tangga Muslim, masyarakat, pemerintahan dan seterusnya.

4. Al Jihad: jihad fi sabilillah dengan berbagai tingkat dan variasinya.

5. At Tadhliyyah: berkorban pada waktu, kesungguhan, harta, dan jiwa demi agama

6. At Tha’ah: Menaati Allah dan Rasul-Nya dan waliyul amr, baik dalam kondisi susah atau mudah, senang maupun benci.

7. Ats Tsabat: memegang teguh agama, baik dari sisi aqidah, syari’ah, maupun perbuatan, sekalipun harus memakan waktu yang panjang untuk sampai pada tujuan.

8. At Tajarrud: membersihkan diri dari pemikiran yang bertentangan dengan pemikiran Islam dan dari setiap orang atau teman yang memisahkan antara seorang Muslim dengan loyalitas kepada agamanya.

9. Al Ukhuwwah: persaudaraan dalam agama, karena persaudaraan merupakan saudara persatuan dan terapi bagi keterpurukan dan kehancuran, sedangkan perpecahan merupakan saudara kekufuran.

10. At Tsiqah: Kemantapan hati dalam mengontrol perbuatan demi Islam sesuai dengan kaidah Islam yang mengatakan,” tidak ada ketaatan dalam bermaksiat kepada Khalik.”[6]

Dalam risalatut ta’alim wal usar ini beliau juga menjelaskan tahapan-tahapan dakwah Ikhwan yaitu :

1. Ta’rif (pengenalan, atau tahap afiliasi)

2. Takwin (pembentukan atau tahap partisipasi)

3. Tahfidz (mobilisasi atau tahap kontribusi)

Bagian akhirnya berisi 38 kewajiban yang harus ditunaikan untuk menyempurnakan pelaksanaan Arkanul Bai’ah.


Definisi Jihad Siyasi

Jihad siyasi terdiri dari dua kata yaitu jihad dan siyasi.

Jihad; Secara bahasa Arab kata jihad dan mujahadah berarti,”menguras kemampuan dan melawan musuh” Jahada Al ‘Aduw berarti Qatalahu,”memeranginya.” Jihad adalah seruan kepada agama yang haq. Jihad dapat dilakukan dengan tangan dan lisan. Rasulullah bersabda,” berjihadlah kepada orang-orang kafir dengan tanganmu dan lisanmu.”

Fairuz Abadi mengatakan dalam kitabnya, Basha-ir Dzawit Tamyiz, “ jihad dan mujahadah adalah menguras kemampuan dalam memerangi musuh. At Tirmizi meriwayatkan dengan sanadnya dari Fudhalah bin ‘Ubaid, ia berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda,” Mujahid adalah orang yang berjihad melawan jiwanya (hawa nafsunya) dalam rangka menaati Allah”

Lafadz jihad dalam Al Qur’an dipakai dengan mengindikasikan beberapa makna antara lain :

1. Berjihad melawan orang-orang kafir dengan menggunakan argumen dan Hujjah (At-Taubah:73 dan At Tahrim: 9 dan Al Furqan:52)

2. Berjihad melawan pendukung kesesatan dengan pedang dan peperangan (An-Nisa’:95, Al-Baqarah: 218)

3. Berjihad melawan hawa nafsu (Al Ankabut:6)

4. Berjihad melawan setan dengan cara tidak mentaatinya karena mengharapkan hidayah Allah (Al Ankabut:69)

Tapi dalam banyak ayat yang ada dalam Al-qur’an lebih menekankan pengertian jihad adalah dengan padanan kata Qital (perang).[7]

Siyasi; Siyasi dalam bahasa arab berasal dari kata sa-sa yang mempunyai dua pola. Yaitu sasa-yasusu-sausan dan pola yang kedua adalah sasa-yasusu-siyasatan. Dalam bahasa Arab akar kata ini bermakna ganda yaitu kerusakan sesuatu dan tabiat atau sifat dasar. Dari makna yang pertama diperoleh makna leksikal menjadi rusak atau banyak kutu, sedangkan dari makna kedua diperoleh makna memegang kepemimpinan masyarakat, menuntun atau melatih hewan, mengatur atau memelihara urusan.

Dalam Hadist Rasulullah Saw kata “siyasah” digunakan stidak-tidaknya dua kali. Pertama; ketika beliau menyebut kepemimpinan atas Bani Israil oleh para nabi. Kedua; ketika beliau menuntun kudanya dari halaman Masjid Nabawi di Madinah. [8]

Dalam pengertian yang universal siyasah berasal dari kata as-saus yang berarti ar-riasah (Kepengurusan). Jika dikatakan saasa al-amra, berarti qaama bihi (menangani urusan).[9]

Menurut para ahli siyasah bisa berarti:

1. Seni memerintah Negara

2. Kekuatan (power) merealisasikan tujuan yang ingin dicapai

3. Seni tawar menawar (bargaining)

4. Imam Ibnu Qoyyim mengartikan: upaya perbaikan kehidupan manusia dan penghindaran kerusakan.

5. Ibnu Khaldun mengartikan: eksistensi organasasi kemasyarakatan untuk mewujudkan kehendak Allah yang memakmurkan bumi dengan menjadikan manusia sebagai khalifah.

6. Dalam bahasa Yunani; Politicos artinya sama dengan Al-Madinah, hal ini akan memberikan pemikiran baru kepada kita mengapa Yastrib dinamakan Madinatur Rasul yang merupakan pusat pemerintahan Rasulullah Saw.

7. Dalam beberapa hadits juga dapat berarti menangani sesuatu yang mengharuskan adanya pengkhidmatan, keahlian, kecakapan, seni dan kekuatan.[10]

Menurut pendapat Imam Syahid Hasan Al Banna seputar masalah siyasi adalah sebagai berikut :

“Sesungguhnya Muslim tidak akan sempurna keislamannya kecuali jika ia politisi; pandangannya jauh ke depan terhadap permasalahan umatnya, memperhatikan dan menginginkan kebaikannya. Meskipun demikian, dapat juga saya katakan bahwa pernyataan ini tidak dinyatakan oleh Islam. Setiap organisasi Islam hendaknya menyatakan dalam program-programnya bahwa ia memberikan perhatian kepada persoalan politik umatnya. Jika tidak demikian, maka ia sendiri yang butuh untuk memahami makna Islam”[11]


Syumuliatul Islam menuntut Amal Siyasi

Untuk menegaskan hakikat ini, bahwa Islam menghendaki (syariat) Islam dijadikan sebagai system hidup yang utuh dan integral, dengan membawahi aspek politik, beliau berkata:

“Produk pemahaman secara umum dan utuh tentang ini menurut Al-Ikhwan Al-Muslimun adalah bahwa gagasan pemikiran mereka mencakup seluruh aspek perbaikan masyarakat. Termasuk dalam bagiannya adalah semua unsur lain yang merupakan gagasan perbaikan pula. Karena itu, semua reformis yang tulus dan penuh perhatian akan mendapati apa yang diingikannya di sana. Maka bertemulah cita-cita pencinta reformasi yang memahami dan mengetahui visinya. Engkau dapat mengatakan, dan itu tidak mengapa, bahwa Al-Ikhwan Al-Muslimun adalah tatanan politik, karena para kadernya menuntut perbaikan hukum di dalam negeri dan menuntut kaji ulang terhadap hubungan umat Islam dengan bangsa lain di luar negeri, juga pendidikan masyarakatnya agar mencapai kehormatan, kemuliaan, perhatian kepada kebangsaannya, hingga batas yang paling jauh”.[12]

Berdasarkan keterangan diatas maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa jihad siyasi adalah mengerahkan semua kemampuan baik yang berbentuk penghidmatan, keahlian, kecakapan, seni dan kekuatan dalam memperbaiki kehidupan umat dan menghindari kerusakan yang akan terjadi secara sistematis dan komprehensif.


Peranan Arkanul Baiah Terutama Rukun Al Fahmu, Al Ukhuwah Dan At Tsiqoh Dalam Jihad Siyasi

Sebenarnya kesepuluh rukun ini sangat penting dalam jihad siyasi. Sehingga kita tidak dapat hanya memfokuskan pada beberapa rukun saja dan mengesampingkan yang lain. Karena ini akan merusak Syumuliatul dakwah itu sendiri. Ini penting kita tekankan sebelum kita memulai pembahasan ini. Karena semua rukun ini akan saling menguatkan, berkelindan satu sama lain mungkin bahasa tepatnya. Ibarat tali Kapal Lancang Kuning yang berpilin tiga. Jika putus satu maka akan tercerai-berailah tali tersebut.


Peranan Rukun Al Fahmu Dalam Bingkai Jihad Siyasi

Banyak pihak yang mempertanyakan mengapa Imam Syahid Hasan Al-Banna mendahulukan pemahaman dalam Arkanul Bai’ah ini. Ustadz Dr. Yusuf Al Qaradhawi menjelaskan bahwa urutan yang dibuat oleh Imam Syahid Hasan Al-Banna sudah tepat. Karena beliau tahu betul skala prioritas, mendahulukan apa yang harus didahulukan.[13]

Skala prioritas dalam memperjuangkan Islam haruslah diperhatikan. Hal ini jelas, yang hampir tidak seorangpun diantara para pemikir dikalangan umat Islam yang memperselisihkannya. Dengan menentukan skala prioritas dalam melakukan kegiatan dakwah, tarbiyah, gerakan dan penataan ini yang keseluruhannya adalah merupakan unsur utama bagi setiap usaha pembatuan Islam. Atau penghidupan kembali manhaj Islam dalam diri manusia, akan terwujudlah kebangkitan dan kebangunan di seluruh wilayah Islam sebagaimana yang kita saksikan saat ini.[14]

Beliau lalu menjelaskan fungsi pemahaman selaras dengan aksioma, pemikiran harus mendahului gerakan, gambaran yang benar merupakan pendahuluan dari perbuatan yang lurus. Karena ilmu merupakan bukti keimanan dan jalan menuju kebenaran. Para ahli sufi juga membuat alur: “ilmu akan membentuk sikap, sikap akan mendorong perbuatan“. Sebagaimana pernyataan psikolog yang menyatakan ada alur antara pengetahuan, emosi dan perbuatan.[15]

Prinsip Al-Fahmu dengan 20 prinsipnya merupakan deklarasi bahwa Islam adalah solusi. Karena Islam adalah solusi maka kaidah-kaidah yang ada dalam Al-Fahmu ini akan menjadi kaidah dasar dalam beramal siyasi. Kita perhatikan saja prinsip yang pertama yang menerangkan tentang Syumuliatul Islam.

“ Islam adalah system yang syamil (menyeluruh) mencakup seluruh aspek kehidupan. Ia adalah Negara dan tanah air, pemerintahan dan umat, moral dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu pengetahuan dan hukum, materi dan kekayaan alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, serta pasukan dan pemikiran. Sebagaimana ia juga aqidah yang murni dan ibadah yang benar, tidak kurang tidak lebih”[16]

Prinsip pertama ini mengajarkan kepada kita bahwa aktivitas siyasi yang kita lakukan bukan hanya aktivitas menarik seseorang untuk memilih kita dalam perhelatan-perhelatan siyasi. Aktivitas siyasi kita lebih besar daripada itu. Tugas siyasi kita adalah menjadikan setiap muslim menyadari, mengetahui, meyakini dan mengamalkan Islam sesuai dengan kebesaran Islam itu sendiri. Sehingga semua permasalahan kehidupan baik yang yang pribadi dan yang lebih besar dari pada itu disandarkan pada tata aturan Islam.

Tidak ada lagi pernyataan-pernyataan yang membigungkan umat seperti yang dikemukan Nurkholish Majid: “Islam Yes, Partai Islam No”. atau pernyataan Amien Rais:” Saya lebih mementingkan Kecapnya daripada Botolnya”. Memang secara Substantif Islam itu harus didahulukan, tetapi pemberlakuan tata aturan Islam secara legal formal juga diperlukan. Masalah prioritas, itu adalah masalah strategi.

Sehingga kita tidak akan pernah berkata,” berikanlah hak negara kepada raja, dan berikanlah, hak agama kepada Tuhan.” Tidak akan pernah ada sekularisme dan liberalisme dalam pemikiran dan aktivitas siyasi kita. Pemahaman ini sangat penting dalam melaksankan aktivitas dakwah di ranah siyasi.

Pembahasan mengenai Rukun Al-Fahmu dan 20 Prinsip ini sudah banyak sekali bertebaran di buku-buku yang ditulis oleh para pewaris Dakwah Imam Syahid Hasan Al Banna. Pada makalah ini kita hanya akan mengambil contoh yang diatas saja.

Inti dari landasan Syar’i jihad siyasi berlandaskan Rukun Al Fahmu dapat kita ketahui diakhir rukun Al-Fahmu ini Imam Syahid Hasan Al Banna menutupnya dengan kata-kata: “Apabila saudaraku Muslim mengetahui agamanya dalam kerangka prinsip-prinsip tersebut, maka ia telah mengetahui makna dari Syi’arnya :Al Qur’an adalah undang-undang kami dan Rasul adalah Teladan kami”.[17] Artinya kerangka jihad siyasi kita harus selalu berada dalam pedoman Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw.


Peranan Rukun Al Ukhuwah dalam Bingkai Jihad Siyasi

Imam Syahid Hasan Al Banna mengatakan Ukhuwah sebagai berikut: ”Yang saya maksud dengan ukhuwah adalah terikatnya hati dan ruhani dengan ikatan aqidah. Aqidah adalah sekokoh-kokohnya dan semulia-mulianya ikatan. Ukhuwah adalah saudaranya keimanan sedangkan perpecahan adalah saudaranya kekufuran. Kekuatan yang pertama adalah kekuatan persatuan. Tidak ada persatuan tanpa cinta kasih. Standar minimal cinta kasih adalah kelapangan dada dan standar maksimal adalah itsar (mementingkan orang lain dari diri sendiri).” Sebagaimana Allah SWT berfirman:

“Barangsiapa dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung” (Al-Hasyr:9)

Al-Akh yang tulus melihat saudara-saudaranya lain lebih utama dari dirinya sendiri, karena jika tidak bersama mereka, ia tidak bisa bersama yang lain. Sememtara mereka jika tidak bersama dengan dirinya bisa bersama yang lain. Sesungguhnya Srigala hanya akan memakan Domba yang terpisah sendirian. Seorang Mukmin dengan Mukmin lainnya ibarat sebuah bangunan, yang satu mengokohkan yang lain.

Allah juga berfirman:

“Orang-orang mukmin laki-laki dan orang-orang mukmin perempuan, sebagian mereka menjadi pelindung bagi lainnya” (At-Taubah:71)[18]

Lalu Ustadz Sa’id hawwa Memberikan komentar:

1. Ahmad Syauqi berkata,”kawan kala berpolitik, musuh kala berkuasa.” Persaudaraan di kalangan anggota berbagai institusi politik tidak akan terjalin kokoh. Hal ini disebabkan persaingan sesama mereka untuk mendapatkan posisi maupun keuntungan materi. Memang, unsur materi jika memasuki suatu wilayah pasti akan merusaknya. Mengomentari hubungan persaudaraan semacam ini, sebagian mereka mengatakan,”musuh dalam selimut adalah sahabat terbuka.” Hal yang serupa dengan ini tidak mungkin mendasari tegaknya Islam dan tidak mungkin mewujudkan cita-citanya. Oleh karenanya, persaudaraan (ukhuwah) yang hakiki menjadi salah satu rukun Bai’at.

2. Imam Hasan Al-Banna menunjukkan kepada kita beberapa indikator, yang dengannya kita mengetahui adanya persaudaraan, yakni rasa cinta. Standar minimal dari rasa cinta ini adalah bersikap lapang dada sesama akhul muslim. Sedangkan standar maksimal adalah itsar (mementingkan orang lain atas diri sendiri) kepada sesama manusia atas urusan dunia, seperti pangkat dan kedudukan. Cinta tidak dapat terwujud dalam suatu barisan kecuali seseorang bersikap zuhud terhadap harta yang ada di tangan orang lain.

Rasulullah bersabda:

“Zuhudlah engkau terhadap dunia, niscaya Allah akan mencintaimu, dan zhudlah engkau terhadap harta yang berada di tangan orang lain, niscaya orang lain akan mencintaimu”.

3. Tidak ada yang dapat melanggengkan ukhuwah kecuali taat kepada Allah dan menjauhi larangannya.

4. Tiada sesuatu yang mencegah runtuhnya Ukhuwah selain iman dan amal Shalih.

5. Musuh Allah Iblis sangat membenci terbangunnya Ukhuwah dan kasih sayang sesama da’i.[19]


Peranan Rukun At Tsiqoh Dalam Bingkai Jihad Siyasi

Iman Syahid Hasan Al Banna berkata mengenai Tsiqoh: ” yang saya maksud dengan Tsiqoh (kepercayaan) adalah rasa puasnya seorang tentara atas komandannya, dalam hal kapasitas kepemimpinannya maupun keikhlasannya, dengan kepuasan yang mendalam yang menghasilkan perasaan cinta, penghargaan, penghormatan dan ketaatan”.

Allah berfirman:

“Demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman sehingga mereka menjadikan kamuhakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka keberatan terhadap sesuatu keputusan yang kamu berikan dan mereka menerima dengan sepenuhnya” (An-Nisa’:65)

Pemimpin adalah unsur penting dalam dakwah, tidak ada dakwah tanpa kepemimpinan. Kadar kepercayaan yang timbal balik antara pemimpin dan pasukan menjadi neraca yang menentukan sejauhmana kekuatan system jamaah, ketahanan khittahnya, keberhasilannya dalam mewujudkan tujuan dan ketegarannya dalam menghadapi berbagai tantangan. Maka lebih utama bagi mereka; ketaatan dan perkataan yang baik.

Kepemimpinan dalam dakwah Ikhwan menduduki posisi orangtua dalam ikatan hati; posisi guru dalam fungsi pengajaran; posisi syekh dalam aspek pendidikan ruhani; posisi pemimpin dalam aspek penentuan kebijakan politik secara umum bagi dakwah. Dakwah kami menghimpun pengertian ini secara keseluruhan dan tsiqah kepada pemimpin adalah segala-galanya bagi keberhasilan dakwah. Oleh karena itu akh yang tulus harus bertanya kepada diri sendiri tentang hal ini untuk mengetahui sejauh mana kepercayaan dirinya terhadap pemimpin dengan pertanyaan sebagai berikut :

1. Apakah sejak dahulu ia mengenal pemimpinnya dan apakah ia pernah mempelajari riwayat hidupnya ?

2. Apakah ia percaya pada kapasitas dan keikhlasannya ?

3. Apakah ia siap menganggap semua instruksi yang diputuskan oleh pemimpin, tentu saja tanpa kemaksiatan sebagai instruksi yang harus dilaksanakan tanpa reserve, tanpa ragu, tanpa ditambah dan tanpa dikurangi dengan keberanian memberi nasehat dan peringatan untuk tujuan yang benar.

4. Apakah ia siap menganggap dirinya salah dan pemimpinnya benar jika terjadi pertentangan antara apa yang diperintah oleh pemimpin dan apa yang ia ketahui dalam masalah-masalah ijtihadiyah yang tidak ada teksnya dalam syariat ?

5. Apakah ia siap meletakkan semua aktivitas kehidupannya dalam kendali dakwah ? apakah dalam pandangannya pemimpin memiliki hak untuk mentarjih (menimbang dan memutuskan) antara kemaslahatan dirinya dan kemaslahatan dakwah secara umum ?

Dengan jawaban yang disampaikan atas pertanyaan-pertanyaan tersebut atau yang semacamnya, akh dapat mengetahui sejauhmana kadar ikatan dan kepercayaan terhadap pemimpin. Adapun hati, ia berada dalam genggaman Allah; dia yang menggerakkan sekehendaknya.

Allah SWT berfirman:

“Walaupun engkau nafkahkan semua yang ada di bumi, niscaya engkau tidak akan dapat menyatukan hati mereka. Akan tetapi Allahlah yang mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia maha perkasa lagi maha bijaksana” (Al-Anfal:63)[20]

Bila seluruh ban, rangka dan badan mobil terendam lumpur, maka piranti tempat perapian tidak boleh tercemar. Hal yang paling sulit dalam hubungan antara Jundi dan Qiyadah ialah ketentraman hati terhadap kafaah (Keahlian), keikhlasan dan ketaatan antar mereka. Adalah dua titik ekstrim yang selalu dominan dalam kisah hubungan antara pengikut dan terikut, yaitu, satu sisi ada komunitas yang menganggap pemimpin adalah segala-galanya, sementara di sisi lain ada yang menganggap dirinya sentral, sehingga seperti apapun seorang pemimpin harus ditakar dengan puas tidaknya diri.[21]

Tsiqah erat kaitannya dengan kekuatan. Sehingga rasa Tsiqah Umar kepada Abu Bakar sebagaimana berikut : Apa yang membuat Umar begitu percaya kepada kekuatan Abu Bakar, padahal ia mendapatkan pengakuan Rasulullah : ” Allah meletakkan kebenaran di Lidah dan hati Umar?” jawabnya: Tsiqah. Ketika pandangan mayoritas sababat berpihak pada Umar untuk tidak memerangi orang menolak membayar zakat dan Abu Bakar bersikukuh memerangi mereka, akhirnya Umar mengambil pandangan Abu Bakar. “ Demi Allah, tak lain yang kulihat kecuali Ia telah melapangkan hati Abu Bakar untuk berperang, maka akupun tahu bahwa itu kebenaran.”

Suatu hari seseorang bertanya kepada Imam Hasan Al Banna,” Bila keadaan memisahkan hubungan kita, siapa yang Anda rekomendasikan untuk kami angkat jadi pemimpin ?”. Jawabnya tegas,” Wahai Ikhwan, silahkan angkat orang yang paling lemah, kemudian dengar dan taatilah ia, niscaya ia akan menjadi orang paling kuat diantara kalian.”

Jadi tsiqah adalah sikap manusia normal yang menyadari keterbatasan masing-masing lalu saling menyetor saham sebagai modal bersama, untuk kemudian menikmati kemenangan bersama.[22]

Dalam dunia siyasi ada beberapa hal yang dapat mengguncang Tsiqah:

1. Internal: kemalasan menggali ilmu, berkonsultasi, meningkatkan kualitas ruhiyah dan fikriyah.

2. Eksternal: intervensi jorok media massa yang selalu mencitrakan kesetaraan kejujuran dan profesionalisme, namun pada saat yang bersamaan bersikap ragu-ragu, memfitnah dan berbuat curang terhadap dakwah.[23]


Beberapa Catatan Tentang Tsiqoh

Ustadz Said Hawwa memberikan beberapa catatan mengenai Tsiqah yaitu :

1. Diantara banyak kesalahan pemimpin yaitu menuntut tsiqah tanpa membayar maharnya.

2. Kesalahan pemimpin lainnya adalah mereka juga tidak bisa menanamkan tsiqah dalam dirinya kepada pimpinan diatasnya.

3. Jangan memberikan tugas kepada orang yang tidak mampu menunaikannya.

4. Berusahalah sebagai seorang pemimpin agar setiap keputusannya argumentative, kecuali saat-saat darurat.

5. Tsiqah yang sebenarnya menurut Imam Hasan Al Banna, semua instruksi mutlak di taati sepanjang subtansinya bukan untuk maksiat.

6. Pemecahan yang harus dilakukan kalau ada masalah dengan tsiqah: mengungkapkan persoalannya secara jelas dan bekerjasama mencari solusinya.

7. Seorang yang tidak tsiqah harus secepatnya dievaluasi.

8. Ukhuwah adalah dasar tsiqah. Maka tabayyun (chek and recheck) dalam nuansa ukhuwah perlu dilakukan dalam rangka memupuk tsiqah.

9. Tsiqah dijadikan rukun Baiat karena:

o Kita adalah Harakah diniyah ukhrawiyah (gerakan keagamaan yang berorientasi akhirat)

o Kita suatu gerakan dakwah yang mewujudkan cita-cita lokal dan internasional

o Program sebanyak apapun tidak akan berguna bila tidak ada yang melaksanakannya. [24]


Penutup

Demikianlah fungsi Akanul Bai’ah dalam bingkai Jihad siyasi. Semoga dapat membuka cakrawala kita dalam berjihad siyasi nantinya. Dengan pemahaman yang utuh, amal-amal yang kita lakukan akan menjadi ringan karena adanya kerjasama dan ukhuwah. Gerak rentak dakwah ini akan selaras dan harmonis apabila ada ketsiqahan antara pemimpin dan yang di pimpin. Semoga Allah membantu kita semua untuk selalu istiqamah.Amien.

Allah berfirman:

“Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan” (Hud: 112)

_________________________________________

Bahan Rujukan:

[1] Dr. Ali Abdul Halim Mahmud, Syarah Ar Kanul Bai’ah 1 Alfahmu cetakan Pertama (Solo:Media Insani, 2006), hal. 33.

[2] Ibid.,hal. 34.

[3] Ibid., hal 37.

[4] Hasan Al Banna, Kumpulan Risalah Dakwah Hasan Al Banna Jilid 1(Jakarta Timur: Penerbit Al I’thishom Cahaya Umat, 2005), hal. 285.

[5] Dr. Ali Abdul Halim Mahmud, Syarah, Op.cit., hal. 25.

[6] Ibid., hal. 25-26

[7] Dr.Ali Abdul Halim Mahmud, Rukun Jihad Cetakan Pertama (Jakarta Timur: Penerbit Al I’tishom Cahaya Umat, 2001), hal . 31-33.

[8] Abu Ridha, ‘Amal Siyasi Gerakan Politik dalam Dakwah (Bandung: Syamil Cipta Media, 2004), hal. 13.

[9] Dr.Utsman Abdul Mu’iz Ruslan, Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin Cetakan Pertama (Solo: EraIntermedia, 2000), hal. 69.

[10] Silahkan lihat buku : Abu Ridha, ‘Amal Siyasi Gerakan Politik dalam Dakwah (Bandung: Syamil Cipta Media, 2004), hal. 16-23. Diterangkan panjang –lebar mengenai pembahasan masalah ini. Dilengkapi dengan teks hadistnya.

[11] Risalah Muktamar Al Khamis (Muktamar V). Prof.Dr.Taufiq Yusuf Al Wa’iy, Pemikiran Politik Kontemporer Al Ikhwan Al Muslimun Cetakan Pertama (Solo: Era Intermedia,2003) hal. 41.

[12] Ibid.

[13] Dr. Yusuf Al Qaradhawi, Menyatukan pemikiran Para Pejuang Islam Cetakan Pertama (Jakarta: Gema Insani Press), hal. 23.

[14] Dr. Abdul Halim Mahmud, Merajut Benang-Benang Ukhuwah cetakan Pertama (Solo: Era Intermedia, 2000), hal. 12-13

[15] Dr. Yusuf Al Qaradhawi, Menyatukan pemikiran Op.cit.

[16] Hasan Al Banna, Surat Terbuka Untuk Kader Dakwah cetakan keenam (Jakarta: Al I’thishom Cahaya Umat), hal. 6-7

[17] Ibid., hal.15

[18] Sa’id Hawwa, Membina Angkatan Mujahid Cetakan Kelima(Solo: Era Intermedia, 2005), hal. 176

[19] Ibid., hal. 176-177

[20] Ibid., hal. 177-179

[21] Rahmat Abdullah, Untukmu Kader Dakwah Cetakan Lima (Jakarta: Tim Pustaka Da’watuna, 2006), hal. 102

[22] Ibid., hal 104

[23] Ibid., hal. 105-106

[24] [24] Sa’id Hawwa, Membina..Op.Cit hal. 179-181


Rujukan : http://www.al-ikhwan.net/
 
Home | Gallery | Tutorials | Freebies | About Us | Contact Us

Copyright © 2009 KEMBARA SUFI |Designed by Templatemo |Converted to blogger by BloggerThemes.Net

Usage Rights

DesignBlog BloggerTheme comes under a Creative Commons License.This template is free of charge to create a personal blog.You can make changes to the templates to suit your needs.But You must keep the footer links Intact.